Pondasi cakar ayam adalah salah satu jenis pondasi yang dapat digunakan dalam pembuatan bangunan. Pondasi ini terdiri dari pelat beton tipis yang didukung oleh pipa-pipa yang tertanam pada bagian bawah pelat. Hubungan antara pelat beton dengan pipa-pipa sengaja dibuat monolit sehingga mendorong kerja sama antara pelat, cakar/pipa-pipa, dan tanah sehingga menciptakan pelat yang lebih kaku serta lebih tahan terhadap beban dan pengaruh penurunan yang terjadi secara tidak seragam.
Pondasi cakar ayam memungkinkan pembangunan struktur pondasi dapat dilakukan di tanah yang lunak seperti daerah rawa-rawa. Konstruksi ini pertama kali ditemukan oleh Prof. Dr. Ir. Sedijatmo pada 1961. Selain digunakan di Indonesia, pondasi cakar ayam juga telah dikenal di mancanegara. Bahkan pondasi ini sudah mendapatkan hak paten di 40 negara seperti Indonesia, Amerika Serikat, Belanda, Singapura, Malaysia, Jerman, Inggris, Perancis, Australia, Uni Soviet, Qatar, RRC, Jepang, dan lain-lain.
Sejarah Penemuan Pondasi Cakar Ayam
Penemuan pondasi cakar ayam pertama kali terjadi pada pembuatan menara listrik tegangan tinggi di daerah rawa-rawa Ancol, Jakarta. Menara ini berguna untuk menyalurkan energi listrik dari pusat tenaga listrik di Tanjung Priok ke Gelanggang Olah Raga Senayan yang kala itu akan menjadi tempat perhelatan Asian Games 1962. Prof. Dr. Ir. Sedijatmo yang menjadi pejabat PLN diwajibkan mendirikan 7 menara listrik di daerah rawa-rawa yang notabene mempunyai struktur tanah yang sangat lunak.
Awalnya 2 menara listrik berhasil dibangun menggunakan pondasi konvensional meski dengan bersusah-payah. Masih ada 5 menara listrik lagi yang harus dibangun padahal waktunya sudah mendesak sekali. Dari sisa waktu yang tersedia, mustahil dapat mendirikan semua menara listrik tersebut menggunakan sistem pondasi konvensional. Karena pondasi konvensional sangat sukar diaplikasikan di daerah rawa-rawa tersebut, sehingga dicarilah sistem baru agar pondasi tetap bisa dibangun dengan baik.
Dari masalah ini lahirlah ide dari Prof. Dr. Ir. Sedijatmo untuk membangun menara listrik di atas pondasi yang terdiri dari pelat beton yang ditopang oleh pipa-pipa beton di bagian bawahnya. Pelat beton dan pipa-pipa ini disusun sedemikian rupa supaya bisa melekat secara monolit (bersatu) sehingga sanggup mencengkeram struktur tanah yang lunak secara meyakinkan. Oleh Prof. Dr. Ir. Sedijatmo, hasil temuan ini selanjutnya dinamakan sebagai sistem pondasi cakar ayam.
Detail Struktur Pondasi Cakar Ayam
Struktur pondasi cakar ayam pada dasarnya terdiri atas plat beton dan pipa-pipa yang bertindak sebagai cakar. Plat beton bertulang yang digunakan relatif tipis dengan ukuran ketebalan sekitar 10-20 cm. Plat beton ini didukung oleh buis-buis beton bertulang yang dipasang secara vertikal. Buis-buis beton yang dipakai memiliki diameter 120 cm, panjang sekitar 150-250 cm, dan tebal 8 cm. Buis beton bertulang ini kemudian disatukan secara monolit dengan plat beton pada jarak 200-250 cm.
Pada struktur pondasi cakar ayam, buis-buis beton memiliki peran sebagai pengaku pelat. Selanjutnya pelat beton dan buis-buis beton bekerjasama dengan tanah yang terkurung di dalam pondasi sehingga menciptakan suatu sistem komposit yang sangat tangguh. Di dalam prinsip kerjanya, sistem komposit yang berhasil dibangun oleh komponen-komponen penyusun pondasi cakar ayam ini identik sekali dengan pondasi rakit (ralft foundation).
Berikut ini penjelasan mengenai prinsip kerja pondasi cakar ayam dalam memikul beban bangunan!
- Apabila terdapat beban titik yang bekerja di atas plat beton, maka beban tersebut akan memicu plat melendut. Lendutan ini lantas menyebabkan buis-buis pada pondasi cakar ayam mengalami rotasi. Hasil pengamatan pada model menunjukkan rotasi cakar terbesar terjadi pada cakar yang letaknya paling dekat dengan titik beban.
- Rotasi cakar ini lalu memobilisasi tekanan tanah lateral yang terletak di belakang cakar ayam. Tekanan tanah lateral ini juga sekaligus merupakan momen yang melawan lendutan yang terjadi pada plat.
- Cara mengurangi lendutan pada plat dapat dilakukan dengan prinsip sebagai berikut. Semakin besar momen lawan cakar yang bekerja untuk melawan lendutan, maka semakin besar pula reduksi lendutan yang terjadi.
- Momen lawan cakar dipengaruhi oleh dimensi cakar dan kondisi kepadatan (kuat geser) tanah di sekitar cakar. Jadi semakin panjang dan semakin lebar cakar tersebut, maka semakin besar pula momen lawan terhadap lendutan plat yang bisa diperoleh.