Panduan Membuat Bangunan Tahan Gempa Menurut Dirjen PU dan JICA

Indonesia merupakan salah satu negara yang paling rawan mengalami bencana gempa bumi. Hal ini dikarenakan posisi geografis Negara Indonesia terletak di . Indonesia juga mempunyai banyak sekali gunung berapi yang statusnya masih aktif hingga kini. Jadi sebagai warga negara yang baik, sudah sepatutnya kita mempersiapkan diri apabila terkena bencana gempa bumi sewaktu-waktu. Termasuk mempersiapkan rumah kita.

Menurut tata perencanaannya, bangunan rumah tinggal dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu bangunan engineered dan bangunan non-engineered. Bangunan engineered adalah bangunan yang dibuat dengan perhitungan khusus dan mendetail. Bangunan yang termasuk di dalam kategori ini mencakup bangunan-bangunan yang mempunyai dua lantai atau lebih. Sedangkan bangunan non-engineered adalah bangunan yang dibuat dengan perhitungan ala kadarnya.

Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum (PU) bekerja sama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) telah membuat buku panduan tentang persyaratan pokok rumah yang lebih aman. Harapannya adalah kita bisa menggunakan buku panduan tersebut pada saat membangun rumah sehingga nantinya tercipta bangunan yang lebih kuat dan kokoh serta tahan terhadap gempa bumi.

Adapun isi dari panduan tersebut adalah sebagai berikut :

BAHAN BANGUNAN

  • Beton terbuat dari campuran 1 ember semen, 2 ember pasir, 3 ember kerikil, dan ½ ember air. Gunakan semen tipe A. Kerikil yang dipakai memiliki ukuran maksimal 2 mm dengan gradasi yang baik. Tambahkan air sedikit demi sedikit supaya menghasilkan beton yang pulen, tidak encer dan tidak terlalu kental.
  • Mortar terbuat dari campuran 1 ember semen, 4 ember pasir, dan air secukupnya.
  • Pondasi menggunakan batu kerikil atau batu kali yang kokoh dan keras.
  • Kayu harus berkualitas tinggi, strukturnya keras, berwarna gelap, tidak mengalami keretakan, dan bentuknya lurus.

STRUKTUR UTAMA

  • Ukuran Minimum Pondasi

Jika kondisi tanah cukup keras, maka pondasi batu bisa dibuat dengan ukuran lebar atas minimal 30 cm, lebar bawah minimal 60 cm, dan ketinggian minimal 60 cm.

  • Balok Pengikat (Slof)

Ukuran balok yaitu 15 x 20 cm. Tulangan utama 10 mm. Tulangan begel 8 mm. Jarak tulangan begel 15 cm. Tebal selimut beton 15 cm.

  • Spesifikasi Kolom

Ukuran kolom 15 x 15 cm. Tulangan utama baja 10 mm. Tulangan begel baja 8 mm. Jarak antar begel 15 cm. Tebal selimut beton dari sisi terluar 15 cm.

  • Balok Pengikat/Ring

Ukuran balok 12 x 15 cm. Tulangan utama baja 10 mm. Tulangan begel baja 8 mm. Jarak tulangan begel 15 cm. Tebal selimut beton bagian atas dan bawah 1,5 cm. Tebal selimut beton bagian samping 1 cm. Panjang lekukan minimal 5 cm.

STRUKTUR ATAP

  • Ampig atau gunung-gunung terbuat dari susunan bata dengan komposisi adukan 1 semen, 4 pasir, dan diplester.
  • Bingkai ampig terbuat dari struktur beton bertulang dengan ukuran 15 x 12 cm.
  • Spesifikasi ampig yaitu tulangan utama 10 mm, begel 8 mm, tebal selimut beton 1 cm.
  • Dianjurkan memakai bahan atap dari bahan ringan seperti papan dan GRC (Glassfiber Reinforced Cement).

DINDING

  • Diameter angkur 10 mm, dipasang dengan panjang 40 cm setiap 6 lapis bata.
  • Dinding diplester dengan perbandingan campuran 1 semen dan 4 pasir dengan tebal 2 cm.
  • Luas area dinding maksimal 9 m2.
  • Jarak antar kolom maksimal 3 m.

PENGECORAN

  • Pengecoran Beton

Pengecoran beton dilakukan setiap 1 m. Pastikan bekisting/cetakan benar-benar rapat dan kuat. Bekisting ini dapat dilepas setelah 3 hari dilakukan pengecoran. Pada saat pengecoran, beton bisa dimampatkan memakai tulangan atau bambu supaya tidak ada celah yang terbentuk.

  • Pengecoran Balok

Tulangan dapat dirangkai di atas dinding. Bekisting pada balok gantung wajib ditahan memakai penyangga supaya kokoh. Bekisting pada balok yang terletak menempel di dinding bisa dilepaskan setelah 3 hari dilakukan pengecoran. Sedangkan khusus bekisting pada balok gantung dapat dilepaskan setelah 14 hari dilakukan pengecoran.