Tahukah anda, ukiran kayu suku asmat merupakan salah satu ukiran yang terbaik di dunia. Suku asmat adalah suku terbesar di Papua yang memiliki ciri fisik berkulit hitam, berambut keriting, dan tubuhnya cukup tinggi. Bagi mereka, seni ukir kayu merupakan sebuah perwujudan untuk menghormati arwah para leluhur.
Di Papua, suku asmat terbagi menjadi dua populasi yaitu suku yang hidup di pedalaman hutan dan suku yang hidup di pesisir pantai. Yang menarik, keduanya mempunyai dialek bahasa, struktur sosial, cara hidup, upacara ritual yang berbeda-beda satu sama lain. Kemudian, suku asmat pesisir pantai bisa dipisah lagi menjadi dua kelompok yakni suku simai dan suku bisman.
Keseimbangan dengan alam merupakan prinsip hidup yang utama bagi suku asmat, suku yang tersohor akan keindahan seni ukir kayunya ini. Pun seni ukir juga menjadi bagian atau kebiasaan hidup yang penting bagi suku ini. Ukiran kayu umumnya digunakan oleh suku asmat untuk mengenang arwah para leluhur sekaligus menghormatinya.
Karakteristik ukiran khas dari suku asmat adalah pembuatannya yang dilakukan tanpa pola yang terikat sehingga tidak ada satu pun karya yang wujudnya sama persis. Tema nenek moyang atau mbis merupakan tema yang paling banyak dipakai oleh pemahat dari suku ini. Sering juga ditemui tema ukiran yang lain, misalnya perahu atau wuramon sebagai simbol perahu arwah yang mengantarkan arwah leluhur ke alam baka serta tema flora dan fauna seperti kasuari, cendrawasih, dan bunga-bungaan.
Percayakah anda, dalam membuat sebuah ukiran, orang asmat hanya menggunakan alat bantu berupa batu yang tajam. Oleh karena itu, batu adalah barang yang paling berharga di suku ini. Bahkan batu juga bisa menjadi sebuah mas kawin yang sangat diperhitungkan nilainya. Selain itu, batu biasa dipakai pula untuk membuat peralatan rumah tangga semisal pisau, kapak, palu, dan lain-lain.
Ukiran kayu suku asmat adalah kekayaan seni yang sungguh berharga bagi Indonesia. Kualitas ukirannya sangat otentik dan bernilai seni tinggi. Tidak heran, ukiran-ukiran dari suku asmat ini mendunia sampai ke belahan bumi Amerika dan Eropa.
Untuk pewarnaannya, masyarakat suku asmat punya selera tersendiri dalam pemilihan warna seni ukir. Warna-warni yang biasanya digunakan adalah hitam, putih, dan merah yang dibuat dari tumbuh-tumbuhan. Hitam sebagai simbol kulit, putih sebagai simbol tulang, dan merah sebagai simbol daging. Adapun untuk bahan kayu, biasanya mereka memanfaatkan kayu jati dan kayu sagu yang banyak tumbuh di Papua.
Museum Suku Asmat
Menyusul mendunianya seni ukir kayu asmat, pemerintah beserta warga setempat berinisiatif mendirikan Museum Suku Asmat pada Agustus 1973. Museum ini merupakan rumah bagi ratusan koleksi-koleksi benda budaya milik suku asmat. Bagi anda yang berniat melancong ke Kabupaten Asmat, Provinsi Papua, museum ini wajib anda kunjungi karena akan menjadi jalan masuk yang kuat untuk menelusuri peradaban dari suku tertua di Pulau Papua.