Rumah adat Bali menjadi salah satu bagian dari khasanah kebudayaan di Indonesia. Secara keseluruhan, penataan desain rumah Bali bisa dibilang unik karena terdapat aturan-aturan tertentu yang harus ditaati ketika mendirikan bangunan ini. Selain itu, ornamen-ornamen tradisional juga banyak menghiasi interior dan eksterior bangunan rumah khas Bali. Pembuatan rumah adat khas Bali harus dilaksanakan menurut aturan-aturan Asta Kosala Kosali yakni sebuah ajaran yang terdapat dalam kitab weda, sebagai kitab suci agama hindu. Aturan ini hampir mirip seperti ilmu feng shui yang berasal dari kebudayaan China.
Aturan-aturan di dalam Asta Kosala Kosali inilah yang tumbuh dan berkembang menjadi sebuah filosofi bagi masyarakat Bali itu sendiri. Oleh karena itu, aturan ini selalu dipegang teguh oleh masyarakat di Bali setiap kali membangun rumahnya. Masyarakat Bali mempercayai bahwa pembuatan suatu rumah bakal menciptakan kesejahteraan hidup apabila berhasil menciptakan keharmonisan di dalam Tri Hita Karana yang meliputi tiga aspek utama. Adapun aspek-aspek utama tersebut antara lain aspek pawongan, aspek pelemahan, serta aspek parahyangan. Kami akan mencoba menjelaskannya secara singkat.
Di bawah ini penjelasan singkat mengenai tiga aspek utama yang terkandung di dalam Tri Hita Karana, di antaranya :
- Aspek Pawongan : Aspek ini mencakup pada orang-orang yang akan menempati rumah tersebut
- Aspek Pelemahan : Aspek ini mencakup lokasi, tempat, dan lingkungan pembangun rumah
- Aspek Parahyangan : Aspek ini mencakup hubungan dengan spiritualitas
Bangunan arsitektur tradisional khas Bali ini selalu dipenuhi dengan ornamen-ornamen penghias berupa ukiran khas Bali, relief, atau semacamnya. Pewarnaan yang dipakai pun lebih memilih warna-warna yang nampak kontras serta alami. Menariknya adalah setiap warna yang dipakai merupakan simbol ungkapan perasaan tertentu kepada Sang Pencipta. Masing-masing warna di dalam rumah khas Bali ini mempunyai makna tersendiri. Oleh karena itu, pemilihannya harus dilaksanakan dengan tepat dan hati-hati. Warna yang digunakan harus sesuai dengan makna yang dikehendaki.
Selain rumah sebagai tempat tinggal, kebudayaan Bali juga memiliki bentuk arsitektur lainnya yaitu :
- Pura yaitu suatu bangunan tempat suci agama hindu. Pura berfungsi sebagai tempat beribadah dan menyelenggarakan ritual keagamaan.
- Banjar adalah suatu bangunan yang berukuran besar dan luas. Banjar ini berfungsi sebagai balai untuk tempat penyelenggaraan pertemuan.
Pada zaman dahulu, rumah adat Bali terdiri dari beberapa bangunan kecil yang disatukan dengan pagar. Setiap bangunan kecil tersebut mempunyai fungsi serta kegunaannya tersendiri. Namun seiring dengan bergulirnya waktu, bangunan-bangunan di Bali pun sudah tidak lagi dibangun secara terpisah-pisah lagi.
Penataan bangunan rumah pada kebudayaan Bali berpedoman pada Tri Hita Karana. Sudut utara-timur dianggap sebagai tempat yang suci sehingga digunakan sebagai pemujaan atau pamerajan. Sudut barat-selatan dianggap sebagai sudut terendah sehingga digunakan sebagai jalur keluar masuk rumah.
Pada pintu masuk rumah, terdapat tembok yang dinamakan aling-aling. Tembok ini tidak cuma berfungsi sebagai partisi saja, namun juga dipercaya sebagai penolak pengaruh kejahatan. Adapun angkul-angkul (gerbang utama) ini secara desain mirip seperti gerbang utama pada konsep dekorasi rumah modern.
Pada bagian antara angkul-angkul dan rumah, terdapat lumbung padi (jineng) serta dapur (pawon). Lalu ada pula bangunan bale tiang sangah, bale sikepat, dan bale sekenam yang merupakan suatu bangunan terbuka tanpa adanya tembok luar. Bangunan-bangunan ini merupakan bagian dari rumah adat Bali.
Ada juga bangunan umah meten sebagai kamar tidur kepala keluarga atau anak gadis. Bangunan ini juga memiliki fungsi sebagai tempat penyimpanan barang-barang berharga. Lalu ada natah yaitu taman yang terletak di tengah-tengah komplek bangunan sebagai tempat menjalankan segala aktifitas di rumah.